Ketika Kehilangan Mengajarkan Arti Memiliki


Ada masa dalam hidupku ketika aku berpikir bahwa semua hal akan selalu ada. Orang-orang terdekat akan selalu tinggal. Kesempatan akan selalu datang. Waktu akan selalu panjang. Aku merasa, selama masih bisa digenggam, untuk apa terlalu peduli?

Tapi waktu ternyata tidak sesabar itu.

Aku mulai menyadari, sesuatu yang dulu terasa “biasa-biasa saja”, ternyata sangat berharga—setelah ia pergi. Kehilangan memang sering datang tanpa suara. Tapi efeknya bisa sangat bising di dalam dada. Dan di situlah pelajaran hidup seringkali baru mulai terasa: bahwa kehilangan, justru adalah guru terbaik tentang arti memiliki.


Aku pernah kehilangan seseorang yang sangat aku sayangi. Bukan karena pertengkaran, bukan karena kesalahan yang besar. Hanya karena aku terlalu mengira dia akan selalu ada. Aku tidak ingat kapan terakhir kali menatap matanya dengan sungguh-sungguh.

Kapan terakhir kali mendengarkan ceritanya dengan penuh perhatian. Kapan terakhir kali mengucapkan, “terima kasih, sudah ada di sini”.

Dan ketika ia benar-benar pergi—hilang dari hidupku entah untuk selamanya atau hanya sementara—ada ruang kosong yang tidak bisa kuisi dengan apa pun.

Di situ aku sadar, bahwa “memiliki” bukan soal ada atau tidak ada, tapi soal menghargai kehadiran.

Kehilangan itu seperti alarm yang membangunkan kita dari kesibukan yang tak penting. Ia menyadarkan kita bahwa tidak semua hal bisa menunggu. Bahwa waktu punya batas. Bahwa orang-orang bisa pergi, bukan karena tidak mencintai, tapi karena hidup memang punya alurnya sendiri.


Sebelum kehilangan, kita sering mengira bahwa cinta adalah tentang bagaimana orang lain memperlakukan kita. Tapi setelah kehilangan, kita mengerti bahwa cinta sejati adalah tentang bagaimana kita hadir sepenuh hati, selama masih ada waktu.

Aku dulu mengira “memiliki” itu tentang mengikat, menjaga, atau memastikan sesuatu tidak pergi. Tapi ternyata, memiliki adalah tentang menyadari keberadaan—dan mensyukurinya. Sekecil apa pun.

Kita tak benar-benar tahu nilai suatu momen sampai ia jadi kenangan. Kita tak benar-benar tahu berharganya seseorang sampai ia tidak bisa kita peluk lagi. Kita tak benar-benar tahu betapa kayanya hidup kita… sampai kehilangan mencabut satu per satu yang kita anggap remeh.


Tapi kehilangan bukan hanya tentang duka. Ia juga tentang pembelajaran.

Aku belajar memeluk lebih erat mereka yang masih tinggal. Belajar menyapa lebih tulus. Belajar menatap dengan lebih hangat. Aku mulai lebih sering berkata, “aku sayang kamu”, bukan hanya di momen penting, tapi justru di hari-hari biasa. Karena aku tahu, hari-hari biasa bisa jadi hal terakhir yang kita miliki bersama seseorang.

Kehilangan juga mengajarkanku tentang diriku sendiri. Tentang bagaimana aku selama ini membiarkan hidup berlalu tanpa sungguh-sungguh dihayati.

Aku terlalu sibuk mengejar hal-hal besar, sampai lupa bahwa bahagia sering datang dari hal-hal kecil: suara tawa, pelukan diam-diam, atau pesan singkat dari orang yang peduli.


Sekarang, saat aku kehilangan sesuatu, aku tidak lagi hanya menangisi kepergian itu. Aku mencoba bertanya: apa yang sedang diajarkan hidup padaku kali ini? Apa yang dulu aku abaikan? Apa yang bisa aku jaga lebih baik mulai hari ini?

Karena kehilangan, seberat apa pun, bukan untuk membuat kita menyerah. Tapi untuk membuka mata kita. Agar kita lebih bijak, lebih lembut, lebih sadar akan keberadaan.

Ada rasa sakit, tentu. Tapi kadang, justru rasa sakit itulah yang membersihkan pandangan kita. Agar kita bisa melihat apa yang sebenarnya penting. Agar kita bisa mencintai dengan lebih dalam, tanpa menunggu kehilangan berikutnya untuk mengajarkan lagi.


Hari ini, aku tidak ingin menunggu kehilangan untuk sadar bahwa aku memiliki sesuatu yang berharga. Aku ingin belajar hadir sekarang—bukan besok. Belajar menyayangi bukan saat perpisahan sudah dekat, tapi sejak kebersamaan masih utuh.

Karena mungkin, pelajaran paling indah tentang “memiliki” justru datang saat kita sudah tak lagi bisa memilikinya.[*]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *