Melampaui Sekat: Membiasakan Anak Berteman dengan Siapa Saja, Tanpa Melihat Latar Belakang

Mendorong anak untuk bermain dengan teman-teman berbeda latar belakang. (Gemini AI)

Deskripsi: Mengajarkan anak berteman dengan siapa pun, tanpa memandang asal-usul, membantu mereka tumbuh jadi pribadi yang inklusif, bijak, dan punya hati yang lapang sejak dini.

CHARACTER LEARNING – Saya pernah menyaksikan sebuah momen kecil namun menggugah—anak saya pulang dari bermain, matanya bersinar, lalu ia berkata, “Aku senang main sama Rafi, dia lucu banget. Tapi teman lain bilang dia anak orang miskin.”

Saya terdiam. Momen itu seperti pukulan lembut ke hati.
Anak saya belum sepenuhnya mengerti konsep miskin dan kaya, belum mengenal warna kulit, suku, atau status sosial. Tapi lingkungan mulai membisikkan padanya tentang siapa yang “boleh” dan siapa yang “tidak boleh” jadi teman. Dan di situlah saya sadar: dunia ini cepat sekali memberi sekat, dan tugas kitalah sebagai orang tua untuk terus membukanya.

Anak-anak Terlahir Netral, Dunia yang Mengotakkannya

Sejak kecil, anak-anak tidak mengenal prasangka. Mereka bermain karena sama-sama suka berlari, tertawa karena sama-sama merasa lucu. Mereka tidak peduli siapa dari keluarga terpandang, siapa yang ibunya bekerja sebagai buruh cuci, atau siapa yang bahasa ibunya berbeda.

Tapi lambat laun, mereka mulai menyerap ucapan-ucapan yang mereka dengar.
“Awas, jangan main sama dia, orang tuanya aneh.”
“Dia bukan dari lingkungan kita.”
“Temanmu itu kok ngomongnya beda ya?”

Perlahan tapi pasti, kebebasan hati mereka tergantikan oleh batasan-batasan sosial yang seringkali tidak adil. Maka di titik ini, peran kita sebagai orang tua bukan untuk sekadar “menyuruh anak bersikap baik”, tapi menjadi penyeimbang dari bisikan dunia yang sempit.

Mengapa Berteman dengan Siapa Saja Itu Penting?

Mengizinkan, bahkan mendorong anak untuk bermain dan berteman dengan teman-teman dari latar belakang berbeda bukan sekadar tindakan baik hati. Ini adalah investasi dalam karakter.
Ketika anak terbiasa berinteraksi dengan teman yang berbeda budaya, status ekonomi, gaya bicara, bahkan kebiasaan rumah tangga, ia akan belajar bahwa perbedaan bukan ancaman. Ia akan mengembangkan empati yang tidak menghakimi, kemampuan memahami, dan keluwesan sosial.

Ia akan tumbuh menjadi manusia yang lebih tahan terhadap konflik, lebih sabar terhadap keanehan, dan lebih mudah menyatu dalam keberagaman. Dan itu bukan hanya bekal untuk masa kecil—tapi untuk sepanjang hidup.

Apa yang Kita Biasakan Akan Mereka Warisi

Saya mulai menanamkan ini dengan cara sederhana. Saat ada acara keluarga, saya tidak melabeli anak dengan kalimat seperti, “Jangan main sama anak itu, dia suka kasar.” Sebaliknya, saya bertanya, “Kamu suka nggak main dengannya? Kalau tidak, kenapa?”

Saya ingin anak menilai orang lain dari interaksi pribadi, bukan dari prasangka atau opini sekitarnya.
Saya juga sering bercerita sebelum tidur, tentang kisah-kisah anak-anak yang punya latar belakang berbeda dan bagaimana mereka bisa menjadi sahabat.

Di sekolah, saya tidak mencari “lingkungan elit” yang semua anaknya terlihat sama, tapi tempat yang mendukung perbedaan sebagai bagian dari proses tumbuh.
Kadang ini artinya menerima bahwa anak akan datang pulang dengan cerita menyebalkan, tentang temannya yang kasar atau berbicara aneh. Tapi saya percaya, itu bagian dari proses mereka belajar menjadi lebih bijak dan tahan banting.

Refleksi: Apa Kita Sudah Melakukannya?

Saat saya mendorong anak untuk berteman dengan siapa saja, saya pun bertanya pada diri sendiri: apakah saya sudah memberi teladan? Apakah saya sendiri menyapa tetangga yang beda agama? Apakah saya mengajak ngobrol tukang sayur dengan hormat? Atau apakah saya diam-diam memberi label dalam hati, lalu tak sadar mewariskannya pada anak?

Saya percaya anak-anak bukan hanya mendengar apa yang kita katakan, tapi menyerap aura dari bagaimana kita bersikap sehari-hari.
Jika mereka melihat kita memperlakukan semua orang dengan hormat—tak peduli status atau penampilan—mereka pun akan tumbuh dalam semangat yang sama.

Tantangan: Perbedaan Itu Nyata

Saya tidak memungkiri bahwa perbedaan latar belakang bisa membawa tantangan. Kadang anak kita bertemu teman yang kasar karena pola asuh berbeda. Atau mereka tidak nyaman dengan gaya bicara yang terlalu bebas.

Namun justru di sanalah ruang tumbuh mereka. Kita bisa hadir bukan dengan marah, tapi dengan bimbingan. “Kamu bisa bilang kalau kamu tidak suka diperlakukan seperti itu.”
Alih-alih melarang pertemanan itu sejak awal, kita bisa ajarkan anak mengenal batas sehat tanpa harus menyingkirkan siapa pun.

Saya percaya, perbedaan bukan untuk dihindari, tapi didekati dengan hati-hati dan penuh rasa ingin tahu. Bukan semua teman harus jadi sahabat dekat, tapi semua orang layak diperlakukan manusiawi.

Momen yang Mengubah Cara Pandang

Beberapa waktu lalu, anak saya mengundang temannya main ke rumah. Teman ini dari keluarga yang sangat sederhana. Saat itu saya sempat ragu—apakah anak ini akan nyaman di rumah kami? Apakah ada yang akan ia rasa janggal?

Tapi kemudian saya melihat mereka tertawa bersama, saling berbagi biskuit, dan saling mengejar tanpa peduli siapa punya sepatu baru dan siapa tidak.

Dan saat teman itu pulang, anak saya berkata, “Dia asyik banget ya, Bunda. Tapi dia bilang jarang main ke rumah orang.”
Saya hanya tersenyum, dan dalam hati berkata: biarlah rumah ini menjadi salah satu tempat di mana orang-orang merasa diterima—tak peduli latar belakang mereka.

Dunia yang Lebih Inklusif Dimulai dari Hal Kecil

Di dunia yang semakin terpecah karena identitas dan label, kita bisa memilih untuk mulai dari lingkaran kecil—anak-anak kita.
Dengan membiasakan mereka berteman dengan siapa saja, kita sedang membentuk pemimpin masa depan yang tidak mudah membenci, tidak gampang membeda-bedakan, dan tidak takut berbeda.

Kita tidak tahu seperti apa dunia mereka kelak. Tapi jika mereka dibekali hati yang luas, mereka akan selalu punya tempat untuk siapa saja. Dan bukankah itu lebih penting dari semua pencapaian?[*]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *